CIANJUR, [KC].- Duka Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Cianjur
kembali terjadi. Kali ini dialami Siti Nuraisah (31) warga Kampung
Tegallega RT01/RW 07 Desa Limbangansari Kecamatan/Kabupaten Cianjur.
Migran worker tersebut dikabarkan meninggal dunia setelah disekap dan
dianiaya majikannya selama 6 tahun di Arab Saudi sejak 2009 hingga 2015.
"Waktu
itu pada hari Senin (18/5/2015) kami mendapatkan telepon yang mengaku
dari Kemenlu memberitahukan bahwa Aisah sedang sakit dan tenngah dirawat
di rumah sakit Khamis Musheit Arab Saudi. Tapi selang sehari Selasa
(19/5/2015) sekitar pukul 17.00 WIB, kami mendapat kabar bahwa Aisah
meninggal dunia, tentu kami kaget," kata Lukmanul Hakim (29) adik ipar
almarhumah ditemui awak media di rumah keluarga, Kamis (21/5/2015)
Berdasarkan
penuturan keluarganya, Aisah berangkat menjadi TKW dengan tujuan Arab
Saudi pada Desember 2008. Selama sembilan bulan pada awal bekerja, pihak
keluarga masih sering berkomunikasi dengan menggunakan saluran telepon.
Namun, selepas sembilan bulan, terhitung dari 2009, keluarga lepas
kontak dengan Aisah.
"Informasinya majikan yang pertama di Jedah,
menjual Aisah ke majikan keduanya yang berada di Khamis Musheit, dengan
jarak antara kedua tempat itu berkisar 100 kilometer. Di majikan kedua
ini lah, Aisah mengalami penganiayaan," kata Lukman.
Tidak hanya
itu, kata Lukman, berdasarkan keterangan Kemenlu, uang gaji dari majikan
pertama sebesar 2.300 real atau sekitar Rp 8 juta dirampas oleh istri
majikan. Demikian juga barang-barang lainnya sehingga membuat korban
kehilangan kontak.
Dikabarkan juga, saat korban pindah majikan itu
Aisah sering disekap dan dianiaya. Hingga pada 2015 penganiayaan
tersebut berujung pada masuknya Ibu satu orang anak itu ke rumah sakit.
"Saat di rumah sakit Aisah ditinggalkan oleh majikannya, sehingga
membuat petugas rumah sakit curiga. Setelah ditelusuri, ternyata itu
warga Indonesia, dan pihak rumah sakit langsung menelepon KJRI (konsulat
jenderal republik indonesia, Red) di Saudi," jelasnya.
Mendapatkan
laporan, pihak KJRI langsung menelpon keluarga dan mengabarkan bahwa
Aisah sudah diurus oleh perwakilan pemerintah Indonesia. "Kaget juga
tapi lega ternyata masih ada kabar, tapi ternyata sehari kemudian, Aisah
meninggal," ujarnya.
Diketahuinya nomor telpon keluarga
kemungkinan hasil upayanya saat hilang kontak dengan Aisya pada tahun
2010, Lukman beinisiatif mengirimkan berkas-berkas milik Aisah ke
website pengaduan Kementrian Luar Negeri (Kemenlu). Alhasil, berkat
berkas itu, alamat dan nomor kontak keluarga Aisah di Cianjur mudah
diketemukan.
Lukman juga mengaku sempat mencari perusahaan yang
memberangkatkan kakak iparnya itu, yakni PT Youmba Biba Abadi di Bogor.
Namun, ketika dicek, ternyata perusahaan tersebut sudah tutup.
"Saya yakin pasti berkasnya hilang. Saya kirimkan saja berkas-berkas yang behasil saya kumpulkan ke website Kemenlu itu," ujar Lukman.
Lukman menjelaskan, gaji selama sembilan bulan di majikan pertama itu dibayarkan. Namun, di majikan kedua, selama 6 tahun, Aisah tak pernah menerima upah apapun. Karenanya, keluarga menuntut bantuan dari pemerintah Kabupaten Cianjur bahkan pemerintah pusat, agar turut membantu mempercepat hak-hak almarhum dipenuhi.
Soal jenazah, pihak keluarga sudah memasrahkan semuanya kepada pihak Kemenlu. Jenazah tidak bisa dipulangkan dengan cepat, perlu waktu yang lama dan prosedur yang ketat untuk memulangkannya ke tanah air. "Kami sudah pasrah almarhum dimakamkan di Arab. Kemenlu juga menjanjikan semua hak-hak yang belum terpenuhi akan diselesaikan dalam waktu 3-6 bulan," ujarnya.
"Saya yakin pasti berkasnya hilang. Saya kirimkan saja berkas-berkas yang behasil saya kumpulkan ke website Kemenlu itu," ujar Lukman.
Lukman menjelaskan, gaji selama sembilan bulan di majikan pertama itu dibayarkan. Namun, di majikan kedua, selama 6 tahun, Aisah tak pernah menerima upah apapun. Karenanya, keluarga menuntut bantuan dari pemerintah Kabupaten Cianjur bahkan pemerintah pusat, agar turut membantu mempercepat hak-hak almarhum dipenuhi.
Soal jenazah, pihak keluarga sudah memasrahkan semuanya kepada pihak Kemenlu. Jenazah tidak bisa dipulangkan dengan cepat, perlu waktu yang lama dan prosedur yang ketat untuk memulangkannya ke tanah air. "Kami sudah pasrah almarhum dimakamkan di Arab. Kemenlu juga menjanjikan semua hak-hak yang belum terpenuhi akan diselesaikan dalam waktu 3-6 bulan," ujarnya.
Dalam
keterangan yang ditulis Kemenlu, disebutkan bahwa sebelum meninggal,
tubuh aisah mulai ujung kaki hingga ujung kepala dipenuhi luka memar dan
penuh dengan bekas goresan, serta penggumpalan darah di beberapa titik.
Waktu Aisah berangkat pada 2009 itu, dia meninggalkan
anaknya Siti
Nurmala Sari yang saat itu berusia 4 tahun.
"Anaknya tidak tahu
siapa yang meninggal ini karena dia belum begitu hafal wajah ibunya. Dia
sering nanya, karena semua perempuan di keluarga Pak Dimyati (ayah
Aisah, Red) dipanggil mamah, 'mamah siapa yang meninggal?' kata Sari,"
ujar Lukman.
Sekarang, kata Lukman, almarhum meninggalkan seorang
anak yang duduk di kelas 4 sekolah dasar. Wajar, jika keluarga memohon
agar Dinas sosial, ketenagakerjaan, dan transmigrasi (Dinsosnakertrans)
kabupaten Cianjur membantu keluarga mendapatkan hak-hak almarhum selama 6
tahun itu.
"Pelaku penyiksaannya sudah ditangkap oleh kepolisian
Arab Saudi dan sedang menghadapi persidangan. Kami juga menyerahkan
persidangan itu ke Kemenlu. Mudah-mudahan majikan yang tega menyiksa
Aisah dihukum sesuai dengan perbuatanya," ujarnya [KC-02/is]**
No comments:
Post a Comment