POJOKSATU.id, SURABAYA –
Namanya juga ayah, apa saja akan dilakukan demi anaknya. Rasa takut
yang sedang berkecamuk dia empaskan seketika.
Membayangkan kemungkinan
buruk juga dia buang jauh-jauh. Tujuannya satu. Putrinya survive saat
menghadapi operasi pengangkatan tumor di mata kanannya. ’’Jika sudah
sembuh, dia sangat ingin bersekolah,’’ ucap Miswadi lirih.
Pagi
itu (21/5) Miswadi sedang duduk di teras salah satu rumah di Jalan
Klampis Asem, Surabaya. Dia tidak sendiri. Putrinya, Helmiatus Sholeha,
berada di sampingnya. Sesekali, Mia –sapaan Helmiatus– menggoda sang
ayah. Bergelayut, minta dipangku. ’’Sini, tapi anteng (diam),’’ kata
Miswadi sembari membopong Mia ke pangkuannya.
Rumah sederhana
tersebut bukan milik Miswadi. Itu adalah rumah singgah Sedekah Rombongan
(SR), salah satu komunitas di Kota Pahlawan yang bergerak di bidang
sosial. Miswadi hanya tinggal sementara hingga kondisi putrinya membaik.
Saat
itu, suasana rumah singgah SR sangat ramai. Sebab, bukan hanya Miswadi
dan Mia yang tinggal di sana. Ada lima pasien lain yang juga menunggu
giliran untuk mendapat pengobatan gratis yang diberikan SR.
Sebagai
komunitas yang bergerak di bidang sosial, menolong kaum duafa yang
mengidap penyakit kronis menjadi aktivitas sehari-hari SR. Kegiatan
mereka adalah mencari pasien, menjemput pasien, dan mengantarkan mereka
ke rumah sakit rujukan.
Aryo menjelaskan, biasanya, para kurir
menerima informasi pasien melalui media sosial. Namun, ada juga
informasi yang mereka dapat dari kerabat dekat maupun lingkungan
sekitar. Selanjutnya, kurir –sebutan relawan SR– akan menyurvei pasien
tersebut. Jika memenuhi syarat, pasien langsung ditolong.
’’Kami
akan membawanya ke rumah singgah dan mengantarnya ke rumah sakit. Jika
harus operasi, akan kami tunggui. Masa pemulihan juga kami dampingi.
Kalaupun meninggal, kami akan mengantarnya hingga ke pemakaman,’’ jelas
Aryo.
Dia menambahkan, visi SR adalah mencari muka di depan Tuhan.
Sementara itu, misinya adalah menyampaikan titipan dari langit tanpa
sulit, rumit, dan berbelit-belit. Dengan misi itulah, SR banyak membantu
kaum duafa yang menderita penyakit membahayakan. Aryo menyebutkan,
hingga saat ini, sumbangan yang telah disalurkan SR mencapai Rp 26
miliar.
Sedekah di SR hanya mengandalkan tiga hal. Yakni, Twitter,
trust, dan website. Seluruh info pasien di-upload di Twitter SR.
Selanjutnya, sedekah akan dikirim lewat rekening bank. ’’Laporan
pertanggungjawabannya kami upload di website SR,’’ ujar Aryo.
Aryo
menuturkan, kali pertama SR berdiri di Jogjakarta pada 9 Juni 2011.
Penggagasnya adalah Saptuari Sugiarto. Namun, lambat laun, SR mulai
muncul di berbagai kota. Saat ini, di Indonesia ada sembilan rumah
singgah SR. SR Surabaya sendiri baru berdiri pada awal 2013.
Total
kurir di SR Surabaya mencapai 20 orang. Mereka memiliki background
beragam. Ada yang berstatus mahasiswa, pengusaha, model, dan dokter.
Bahkan, ada juga kurir SR yang dahulunya adalah pasien. Namun, bagi
Aryo, background itu bukan hal yang penting lagi. Jika sudah di SR,
mereka adalah kurir.
Aryo merupakan mahasiswa. Dia bergabung di SR
pada pertengahan 2014. Saat ini, dia bertugas menangani pasien. Mulai
mencarikan dokter rujukan, mengantar ke rumah sakit, hingga menemani
pasien selama di rumah singgah. Meski berat, Aryo mengaku enjoy dengan
aktivitasnya sebagai kurir di SR.
Aryo mengungkapkan, tekadnya
menjadi kurir kian mantap kala bertemu dengan Sumadi, salah seorang yang
pernah ditolong SR. Pria 34 tahun itu adalah pasien SR yang mengidap
tumor mulut stadium akhir. Saat dibawa ke rumah singgah SR, kondisinya
sangat mengenaskan. Tumor di mulutnya yang sudah sepanjang dada membuat
dia kesulitan makan. Alhasil, Sumadi hanya bisa terbaring lemas.
’’Karena
kondisinya kritis, dia langsung kami bawa ke rumah sakit. Dokter yang
kami temui angkat tangan. Jika operasi dilakukan, kemungkinan selamat
juga kecil,’’ jelas Aryo. Namun, lanjut dia, Sumadi tetap ingin
dioperasi. Apa pun risikonya.
Selang empat hari setelah ditangani
kurir SR, Sumadi dioperasi. ’’Dia masuk kamar operasi pukul 06.00. Kami
tunggu sampai pukul 10.00 kok enggak keluar-keluar,’’ ujar Aryo. Aryo
berinisiatif menelepon salah seorang kerabat untuk menyiapkan ambulans.
’’Saya sudah berpikir Sumadi tak bakal selamat. Biasanya, operasi tidak
akan selama itu,’’ imbuhnya.
Namun, kehendak Tuhan adalah
segalanya. Tepat pukul 18.00, dokter keluar dari kamar operasi dan
berkata bahwa operasi pengangkatan tumor Sumadi berhasil. Bahkan, H plus
3 operasi, Sumadi sudah keluar dari ruang intensive care unit (ICU).
’’Seminggu setelahnya sudah bisa makan gorengan. Saat itu, mungkin saya
diperingatkan Allah supaya tidak mendahului kehendak-Nya,’’ kata Aryo.
Dia
berharap, ketika SR masih intens, bakal ada Sumadi yang lain. Artinya,
mereka yang sakit bisa sembuh dengan mukjizat Tuhan. Kasus Sumadi
mengajarkan untuk tidak boleh putus asa dalam menolong orang.
Perjalanan
SR memang tidak selamanya mulus. Ketua SR Surabaya Shelgi Prasetyo
mengungkapkan, pengalaman buruk yang pernah mereka alami adalah defisit
sedekah. Oleh sebab itu, para kurir terpaksa patungan untuk pengobatan
pasien. Meski begitu, Shelgy dan 20 kurir lain tidak kapok. ’’Yang
terpenting bagi kami, mereka sembuh dan bisa beraktivitas normal,’’
tandasnya. (*/c6/ayi/zul)
No comments:
Post a Comment