
POJOKSATU.id, YOGYAKARTA – Kematian Eka Mayasari,
gadis mandiri di Yogyakarta ini masih misteri. Hingga Selasa (5/5/2015),
polisi belum bisa mengungkap secara pasti siapa pembunuh Eka Mayasari
yang tewas di Desa Gedongkuning Gang Manuk Beri, Banguntapan, Bantul,
tiga haru lalu. Satu yang pasti, Eka Mayasari terkenang sebagai wanita
religius, mandiri, tangguh, dan berjiwa sosial tinggi.
Eka May berusia 27 tahun. Teman-teman kerap menyapanya May. Resi,
salah seorang temannya, melihat May sebagai pribadi religius. Perempuan
lulusan D III Bahasa Inggris UGM 2008 (sebelumnya disebutkan mahasiswi,
Red) itu kerap mengingatkan kawannya untuk beribadah.
“Kalau sudah waktunya salat, dia selalu mengingatkan. Selain itu sama
laki-laki yang bukan muhrimnya juga selalu menjaga diri,” ujar Resi
seperti dilansir Radar Jogja.
Seperti ditulis Radar Jogja pula, anak kedua dari tiga bersaudara itu
juga dikenal pekerja keras dan mandiri. Dia buka usaha angkringan
setelah mengundurkan diri dari bagian customer service pada 2013
Dari hasil kerja kerasnya ini, May mampu membeli sebidang tanah di daerah Manding, Bantul.
“Semangat kerjanya tinggi, bahkan kadang sampai lupa waktu. Saya
sempat kaget saat dikabari di grup watshap. Walaupun sudah ndak kerja di
tempat lama, tapi masih saling berhubungan akrab,” tambahnya.
Jenazah Maya sempat disalatkan di Masjid Gedongkuning. Selanjutnya
dengan mobil ambulans yang sama di bawa ke Dusun Pedak Karangbendo,
Banguntapan, Bantul. Di tempat itu jenazah kembali disalatkan di Masjid
An-Nur dusun setempat. Salah seorang warga Pedak, Pristyawan
mengungkapkan, warga dengan sukarela menerima jenazah korban.
Di tempat itu, Maya yang mualaf ini mengajar di PAUD untuk anak-anak
warga setempat. Dia dikenal ramah dan mudah bergaul dengan siapa pun.
“Semangat dan jiwa sosi-alnya tinggi. Istilahnya grapyak, karena itu
warga sini sangat ke-hilangan. Kami berharap pelakunya segera ditangkap
dan tidak ada lagi kejadian seperti ini,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan Faizal, Ketua Pemuda Dusun Pedak
Karangbendo. Menurutnya, sosok Maya menjadi teladan remaja setempat.
Almarhumah dinilai selama hidupnya tulus membantu orang lain. Padahal
Maya sebelumnya sempat sakit Spondylolysis pada tulang belakangnya dan
divonis lumpuh. Dengan tekad dam mukjizat Tuhan dia dapat bangkit dan
berjualan angkringan.
“Di mata teman-temannya care, dapat diterima karena dalam berteman
tidak dibeda-bedakan. Pekerja keras, pantang menyerah, ter-buka dan
berbakti dengan orang tuanya,” ungkap Faizal.
Ditemui sebelum jenazah Maya dikebumikan, kakak tertua Maya Noviyanto
mengaku sangat kehilangan adik perempuannya itu. Ia berharap kepolisian
segera mengungkap pelaku dan motif pembunuhan adiknya.
“Pelakunya segera ditangkap, dihukum dengan balasan yang setimpal. Hukum harus ditegak-kan seadil-adilnya,” tandasnnya.
Di mata keluarganya, Maya termasuk anak mandiri sejak kecil. Dia
tidak pernah mau menyusahkan orang lain, termasuk keluarganya. Termasuk
saat sakit sekalipun dia tetap berjuang untuk sembuh dan kembali
berusaha.Ditegaskan Noviyanto, adiknya juga alumni DIII UGM dengan
prestasi yang bagus.
Mengenai pilihan usahanya, Noviyanto sudah pernah meng-ingatkan agar
tidak sampai ber-jualan hinggalarut malam. Namun diakuinya, adik
keduanya itu mempunyai karakter yang keras.
“Dia memang wataknya keras. Kita sudah pernah berkali-kali
mengingatkan tapi semangatnya dia tidak bisa dihalangi. Awalnya buka jam
6 sore sampai jam 12 malam. Lama-lama diundur sampai kadang jam 3 pagi
baru tutup. Dia tidak punya cita-cita, dia hanya ingin membahagiakan
orang tuanya,” terangnya.
Sumber:http://pojoksatu.id/lipsus/2015/05/05/kisah-eka-mayasari-mualaf-dengan-kematian-misteriusnya/
No comments:
Post a Comment