
CIANJUR, [KC].- Praktek prostitusi belakangan semakin marak di
wilayah Kabupaten Cianjur. Kini sudah mulai bergeser dengan
memanfaatkan jasa prostitusi ‘online’ yang menggunakan akses internet
sebagai media penjualan. Pelakunya pun sudah merambah dikalangan buruh
pabrik, selain pelajar dan masyarakat umum.
Maraknya bisnis prostitusi, menurut Kepala Bidang (Kabid) Advokasi
dan Penanganan Kasus Pusat Pelayanan Terpadu dan Permberdayaan Perempuan
dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur, Lidya Indayani Umar, tidak
terlepas karena kurangnya pengawasan dari orangtua terhadap anak,
terutama dalam hal pergaulan.
“Yang acap kali terjadi dan dibiarkan oleh orang tua mana kala
anaknya ngekos atau tinggal terpisah tanpa meminta biaya, malah dianggap
anaknya sudah mandiri. Padahan anak tidak bekerja dan dibalik itu bisa
saja anak melakukan penyimpangan yang diantaranya ialah prostitusi,”
kata Lidya, Selasa (12/5/2015).
Dikatakan Lidya, praktek prostitusi yang terjadi juga tidak jauh
dengan penyalahgunaan narkoba. Bahkan dampak buruknya juga bisa menjadi
korban penularan HIV/AIDS dari pelangganya. “Yang paling dikawatirkan
dalam praktek prostitusi itu terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan
berjangkit penyakit berbahaya HIV/AIDS,” katanya.
Lidya mengungkapkan, mayoritas pelaku prostitusi dari kalangan
perempuan berumur 15 hingga 21 tahun. Dari para pelaku prostitusi
tersebut diantaranya pula merupakan pegawai pabrik yang menjadikan
profesi sebagai sampingan ketika upah selama satu bulan sudah habis
sebelum waktunya.
“Hasil dari temuan memang banyak pegawai pabrik yang memiliki profesi
sampingan menjajakan diri, sisanya anak sekolah yang tidak tinggal
bersama orangtua,” jelasnya.
Salah satu langkah untuk mengantisipasi agar bisnis esek-esek itu
tidak terus menyebar, orang tua harus semakin protektif terhadap anak.
Artinya orang tua harus mengawasi dengan siapa anaknya itu bergaul dan
bersosialisasi. Selain itu warga di lingkungan tempat tinggal serta
ulama sebagai tonggat penyebaran ilmu agama juga harus berperan aktif
melakukan pencegahan.
“Orangtua jangan apatis apalagi sampai merasa bangga ketika anaknya
memilih tinggal terpisah, padahal belum bekerja. Itu harus ditelusuri
apa yang dia lakukan. Disamping itu, warga dan ulama juga harus ikut
andil bekerja sama bersama-sama dalam menekan terjadinya penyakit
masyarakat itu, jangan sampai apatis,” tegasnya [KC-02/is]**.
No comments:
Post a Comment